Cinta yang Berarti
Jika sebuah pribadi diisi dengan kecintaan maka semua kekhawatiran dan kemarahannya akan reda Karena pribadi itu akan menjadi ikhlas menerima tugas sebagai pembaik kehidupan.
Orang yang dirinya diisi dengan kecintaan mengambil tugas sebagai pembaik kehidupan
di depan dirinya dan di depan orang-orang di sekitarnya;
akan menjadikan kehidupannya berisi dengan kesibukan baik,
menemukan cara-cara yang lebih baik
sehingga kebaikannya hidup lebih lama
bahkan melampaui kehidupan fisiknya.
Sehingga apabila bila 5000 tahun kemudian kebaikan itu masih berguna bagi orang lain
dia sebetulnya masih tetap hidup.
Kehidupan yang diisi awal dengan keikhlasan untuk mencintai
akan menjadi kehidupan orang baik
karena keberhasilan yang sebetulnya adalah
keberhasilan menjadi orang baik.
_________________
(disarikan dari kata-kata bijak Mario Teguh - Coaching Love, Life And Success)
Seorang pendidik adalah pencinta. Pencinta yang kita bahas di sini adalah orang yang rela berbuat baik untuk kebaikan siapa/apa yang dicintainya hanya karena Allah, bukan karena nafsu dan bisikan setan tanpa membeda-bedakan antar sesama manusia, kecuali kepada orang yang memusuhi keselamatan (Islam).
Sayangnya, terkadang orang memiliki pengertian sendiri tentang arti cinta sesuai pengetahuan dan persepsinya masing-masing sehingga salah memaknai hakikat cinta itu sendiri. Sebagai contoh, seorang pendidik akan melakukan ‘sesuatu’ yang mungkin di mata peserta didik bukanlah sebuah kecintaan melainkan kebencian. Misalnya, pendidik yang sedang mengajar dengan jenaka-ironi atau dengan ketegasan yang menertibkan atau pendekatan apapun yang dikira tidak ada misi ‘cinta’ di dalamnya. Padahal, pendidik yang seperti itu dapat ditaksir pula membawa misi ‘cinta’ selama ada hal positif dari dampak yang ditimbulkan. Hal ini dikarenakan, seseorang sangat mungkin mengekspresikan cintanya tanpa ingin diketahui oleh orang lain atau orang lain tak perlu tahu bahwa ia sedang mengekspresikan cintanya.
Apa yang dilihat dan apa yang didengar oleh penerima cinta belum tentu mewakili isi hati orang yang bermaksud memberi cinta. Justru agar terjalin komunikasi cinta maka seseorang perlu menggunakan pendengaran, penglihatan, dan hati untuk mengolah semua ekspresi cinta dari orang lain.
“Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatupun, dan Dia memberimu pendengaran, penglihatan, dan hati agar kamu bersyukur” (An Nahl (16) :78)
Oleh karena itu, kita tidak bisa mengandalkan mata dan telinga saja tetapi juga dengan hati
untuk mendeteksi mana cinta yang sesungguhnya
dan mana cinta yang palsu.
Hanya dengan cinta kepada Allah kita akan member dan menerima cinta sesungguhnya.
Jika tidak dilandasi karena cinta kepada-Nya itu berarti telah menodai cinta dengan cinta palsu.
Hati-hatilah dengan cinta
Karena engkau akan memilih
Cinta yang benar
Atau, cinta yang salah
Dan, Allah mengetahui setiap isi hati manusia.
Allahu ta’ala a`lam
Orang yang dirinya diisi dengan kecintaan mengambil tugas sebagai pembaik kehidupan
di depan dirinya dan di depan orang-orang di sekitarnya;
akan menjadikan kehidupannya berisi dengan kesibukan baik,
menemukan cara-cara yang lebih baik
sehingga kebaikannya hidup lebih lama
bahkan melampaui kehidupan fisiknya.
Sehingga apabila bila 5000 tahun kemudian kebaikan itu masih berguna bagi orang lain
dia sebetulnya masih tetap hidup.
Kehidupan yang diisi awal dengan keikhlasan untuk mencintai
akan menjadi kehidupan orang baik
karena keberhasilan yang sebetulnya adalah
keberhasilan menjadi orang baik.
_________________
(disarikan dari kata-kata bijak Mario Teguh - Coaching Love, Life And Success)
Seorang pendidik adalah pencinta. Pencinta yang kita bahas di sini adalah orang yang rela berbuat baik untuk kebaikan siapa/apa yang dicintainya hanya karena Allah, bukan karena nafsu dan bisikan setan tanpa membeda-bedakan antar sesama manusia, kecuali kepada orang yang memusuhi keselamatan (Islam).
Sayangnya, terkadang orang memiliki pengertian sendiri tentang arti cinta sesuai pengetahuan dan persepsinya masing-masing sehingga salah memaknai hakikat cinta itu sendiri. Sebagai contoh, seorang pendidik akan melakukan ‘sesuatu’ yang mungkin di mata peserta didik bukanlah sebuah kecintaan melainkan kebencian. Misalnya, pendidik yang sedang mengajar dengan jenaka-ironi atau dengan ketegasan yang menertibkan atau pendekatan apapun yang dikira tidak ada misi ‘cinta’ di dalamnya. Padahal, pendidik yang seperti itu dapat ditaksir pula membawa misi ‘cinta’ selama ada hal positif dari dampak yang ditimbulkan. Hal ini dikarenakan, seseorang sangat mungkin mengekspresikan cintanya tanpa ingin diketahui oleh orang lain atau orang lain tak perlu tahu bahwa ia sedang mengekspresikan cintanya.
Apa yang dilihat dan apa yang didengar oleh penerima cinta belum tentu mewakili isi hati orang yang bermaksud memberi cinta. Justru agar terjalin komunikasi cinta maka seseorang perlu menggunakan pendengaran, penglihatan, dan hati untuk mengolah semua ekspresi cinta dari orang lain.
“Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatupun, dan Dia memberimu pendengaran, penglihatan, dan hati agar kamu bersyukur” (An Nahl (16) :78)
Oleh karena itu, kita tidak bisa mengandalkan mata dan telinga saja tetapi juga dengan hati
untuk mendeteksi mana cinta yang sesungguhnya
dan mana cinta yang palsu.
Hanya dengan cinta kepada Allah kita akan member dan menerima cinta sesungguhnya.
Jika tidak dilandasi karena cinta kepada-Nya itu berarti telah menodai cinta dengan cinta palsu.
Hati-hatilah dengan cinta
Karena engkau akan memilih
Cinta yang benar
Atau, cinta yang salah
Dan, Allah mengetahui setiap isi hati manusia.
Allahu ta’ala a`lam
Post a Comment